Jika kita dizalimi, apa yang akan kita lakukan? Melawan, diam tak berdaya, atau mengumpat dalam hati? Banyak dari kita yang ketika dizalimi akan mengumpat, terang-terangan atau di dalam hati. “Semoga engkau celaka!” “Kau akan mendapat balasan setimpal!”
Namun, sungguh berbeda dengan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Beliau tidak membalas kezaliman dan perlakuan kasar yang ditujukan pada beliau dengan ucapan-ucapan buruk. Beliau justru mendoakan orang-orang tersebut. Bukan doa agar mereka diazab, melainkan doa agar Allah memberikan petunjuk kepada mereka.
Mari kita simak kisah berikut. Suatu hari Rasulullah Saw. pergi ke kota Thaif, sebuah daerah di dekat Mekah. Tujuan beliau adalah berdakwah dan menyampaikan permintaan kepada suku Tsaqif agar melindungi dakwah Islam.Akan tetapi, suku Tsaqif justru mengolok-olok Rasulullah Saw. Mereka bahkan mengejar dan melempari beliau dengan batu! Tubuh beliau terluka. Darah mengalir di kakinya …. Rasulullah Saw. berlari menuju kebun milik Utbah bin Rabi’ah, seorang tokoh Quraisy untuk berlindung (menurut tradisi Arab, orang yang memasuki pekarangan orang lain akan mendapat perlindungan di sana).
Sambil mengusap keringat dan menyeka darah yang mengalir dari lukanya, Rasulullah Saw berdoa dengan khusyuk. “Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Engkaulah Pelindung bagi yang lemah dan Engkau jualah pelindungku. Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, semua itu tak kuhiraukan karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada cahaya wajah-Mu yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akhirat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.” (Siratu Ibnu Hisyam 1/381)
Dalam sumber lain, Aisyah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat daripada peristiwa Uhud?”
Nabi Muhammad Saw menjawab, “Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Namun, penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah ketika aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib. Lalu aku mengangkat kepala dan pandanganku. Tiba-tiba muncul Jibril memanggilku seraya berkata, ’Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu.” Rasulullah Saw. melanjutkan, “Kemudian malaikat penjaga gunung memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku. Ia berkata, ’Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung. Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu. Jika engkau suka, aku bisa membalikkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.” Jawab Rasulullah, “Aku menginginkan Allah berkenan menjadikan anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (HR Bukhari Muslim)
Subhanallah. Inilah Rasulullah. Siapa yang mampu mendekati kebaikan Nabi kita? Hati siapa yang tak tersentuh oleh kebesaran cintanya? Benarlah pujian Allah kepadanya.
“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS At-Taubah [9]: 128)
*Dari buku “Keajaiban Cinta Rasul” karya @arifrahmanlubis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar